Liga KG
Beranda / Berita / Berita Detail

Teriakan Orangtua

Suasana semarak para suporter dalam Liga Kompas Gramedia U-14 Panasonic yang terekam pekan lalu, di Lapangan C, Senayan, Jakarta. Para suporter mayoritas adalah orang tua pemain. Mereka sengaja datang untuk mendukung buah hatinya. Abdullah Fikri Ashri (B05) 27-09-2015

Suasana semarak para suporter dalam Liga Kompas Gramedia U-14 Panasonic yang terekam pekan lalu, di Lapangan C, Senayan, Jakarta. Para suporter mayoritas adalah orang tua pemain. Mereka sengaja datang untuk mendukung buah hatinya.
Abdullah Fikri Ashri (B05)

Ketika anak-anak mereka bertanding, para orangtua setia menyaksikan laga di pinggir lapangan. Mereka berteriak untuk memompa semangat tim yang dibela anak-anak mereka. Saking bersemangat adu teriak, orangtua dari dua klub yang berbeda kadang bertengkar dan bikin anak-anak mereka geleng-geleng kepala.

Teriakan Nani Yuliani (37) membahana di pinggir Lapangan C Senayan, Jakarta, Minggu (27/9) pagi lalu. Dengan cara itu, ia mencoba memberikan semangat kepada klub yang diperkuat anaknya, Villa 2000, yang bertanding melawan ASIOP Apacinti pada Liga Kompas Gramedia (LKG) U-14 Panasonic, pekan lalu. Bersama sejumlah orangtua pemain Villa 2000, Nani tampak percaya diri mengenakan baju oranye, warna kostum klub anaknya. Baju itu merupakan sumbangan dari salah seorang orangtua pemain. Makanan dan minuman juga disiapkan untuk sang anak. ”Ayo Raka! Mama di sini,” sorak Nani saat anaknya mengendalikan bola. Selain merupakan laga antar-tim papan atas, pertandingan tersebut juga semarak oleh kedua suporter yang mayoritas adalah orangtua pemain.

Sekitar 5 meter di samping Nani, sejumlah orangtua para pemain ASIOP juga bersemangat mendukung anak-anak mereka. Mereka duduk di atas terpal ukuran 3 x 3 m di bawah pohon mangga yang rimbun. Mereka tidak seperti menonton bola, melainkan piknik. Di atas terpal yang digelar, ada beberapa rantang makanan dan minuman.

Ketika laga dimulai, suporter kedua tim hanyut menyaksikan laga yang berlangsung seru. Saling serang terjadi antar-kedua tim. Di luar lapangan, adu teriak terjadi antar-orangtua pemain dua klub yang bertanding.

”Maju ASIOP!” seru Rahayu Sri Suharti membakar semangat anaknya, Reyhan Syahviano, dan pemain ASIOP lainnya.

”Ayo, Villa 2000!” balas Nani tak kalah kerasnya.

Tempo permainan kian meninggi. Belasan pelanggaran terjadi dan empat kartu kuning dikeluarkan wasit dalam laga itu. Teriakan di luar lapangan juga makin panas.

Pada menit ke-49, pemain belakang Villa 2000 dianggap menyentuh bola di kotak terlarang. Wasit pun memberikan hadiah penalti kepada ASIOP yang langsung dikonversi menjadi gol.

Suporter Villa 2000 langsung memprotes keputusan wasit. Suasana menjadi panas. Entah siapa yang memulai, suporter kedua tim tiba-tiba saling ejek. Bahkan, kedua kubu nyaris beradu fisik. Pertandingan pun terpaksa dihentikan selama 3 menit.

Di lapangan, tidak ada pemain yang ribut. Bahkan, sebagian dari mereka geleng-geleng kepala seakan tidak percaya dengan kekisruhan para orangtua.

Setelah kejadian itu, Nani dan Rahayu yang berasal dari kubu berbeda tidak lagi menonton dalam jarak berdekatan. Mereka memilih saling menjauh.

Saat pertandingan usai dengan skor 1-1, pemain kedua tim saling berjabat tangan. Hal itu tidak diikuti orangtua mereka yang sempat bersitegang. Nasi, peyek, dan ayam
dalam rantang yang dibuat sejumlah orangtua pemain ASIOP pun tak jadi dilahap bersama. Tanpa berlama-lama, mereka meninggalkan lapangan setelah mendapatkan arahan dari sang pelatih.

Sejumlah kue yang telah dibeli, hasil patungan Rp 10.000 per orangtua pemain Villa 2000, juga dilahap di perjalanan pulang oleh pemain. Piknik sederhana yang biasanya dilakukan beberapa waktu setelah pertandingan usai pun tidak tampak pagi itu. Biasanya, suporter yang kebanyakan orangtua pemain saling bercengkrama bersama. Soalnya, mereka mempunyai satu kesamaan, yakni sama-sama mendukung sang buah hati berlaga di lapangan hijau. Baik Nani maupun Rahayu mengatakan, ”Seharusnya keributan memang tidak terjadi. Kami datang untuk memberi semangat.”

Psikolog olahraga yang juga Dekan Humaniora Universitas Bina Nusantara, Jakarta, Jo Rumeser, mengatakan, orangtua yang mendukung kiprah anaknya di sepak bola perlu mengajarkan sportivitas, seperti tetap memberikan semangat meski anaknya kalah. Namun, sebelum itu, orangtua terlebih dahulu belajar soal sportivitas. (B05)

BERITA TERKAIT
Komentar
Berita Populer