Liga KG
Beranda / Berita / Berita Detail

Membagi Konsentrasi Menjadi Tuntutan Pelatih

Pemain SSB Persigawa, Fathul Maruf (kiri), berusaha melepaskan diri dari kawalan pemain SSB Villa 2000, Bagas Alif Iskandar (tengah), dalam lanjutan Liga Kompas Gramedia U-14 Panasonic di Lapangan Mabes Polri, Jakarta, Minggu (28/8). Di laga ini, SSB Villa 2000 menang 2-1.

Pemain SSB Persigawa, Fathul Maruf (kiri), berusaha melepaskan diri dari kawalan pemain SSB Villa 2000, Bagas Alif Iskandar (tengah), dalam lanjutan Liga Kompas Gramedia U-14 Panasonic di Lapangan Mabes Polri, Jakarta, Minggu (28/8). Di laga ini, SSB Villa 2000 menang 2-1.

Kompas/Hendra A Setyawan (HAS)

Kebutuhan sekolah sepak bola untuk berlaga di sejumlah kompetisi demi pematangan pemain sepak bola usia dini memunculkan problem baru. Masalah itu tak lain tuntutan bagi para pelatih untuk membagi konsentrasi.

Sejumlah tim peserta Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14 juga harus pintar-pintar membagi konsentrasi di tengah partisipasi mereka dalam beberapa liga dan turmamen. Jadwal sejumlah pertandingan yang berbenturan membuat para pelatih harus memutar otak.

Pelaksanaan LKG memang kerap bentrok dengan jadwal beberapa pertandingan usia dini lain. Misalnya, dengan jadwal Liga Pelajar Indonesia yang diikuti sejumlah pemain, atau Piala Menpora U-14 yang diikuti sejumlah SSB.

Pada pekan kedua LKG, 14 Agustus 2016, terjadi bentrok jadwal laga dengan Piala Menpora U-14. Tak heran, salah satu tim peserta, SSB Bina Taruna, harus merotasi dan membagi pemain untuk menyiasati bentrokan jadwal itu. Dari 30 pemain di bawah usia 14 tahun, sebanyak 18 pemain dialokasikan untuk LKG dan 12 pemain untuk Piala Menpora.

Agar pembagian tim mulus, perlu latihan intensif sehingga kerja sama tim terbangun. ”Kita tetap berlatih bersama ber-30 pemain sehingga kebersamaan terjalin. Jadi, jika terpaksa dipecah begitu, anak-anak tetap tahu pola permainan teman-temannya,” ujar Pelatih Bina Taruna Bonni Wijaya.

Pelatih SSB ASIOP Apacinti Agus Gustira cukup lega saat mengetahui laga kompetisi Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14 pekan ini, Minggu (4/9), ditunda. Pasalnya, pada hari yang sama, dia dan tim harus bergegas ke Surabaya untuk mewakili DKI Jakarta di Liga Menpora tingkat nasional.

Meski demikian, perasaan lega itu hanya sementara. Jika anak asuhannya melenggang ke final, mereka harus bertanding lima hari berturut-turut di Surabaya. Sementara itu, LKG Panasonic U-14 akan kembali digelar akhir pekan ini di Jakarta, Minggu (11/9).

”Waktu istirahat pemain kurang dari 24 jam. Jangankan berlatih fisik lagi, istirahat juga belum cukup,” kata Agus.

Sebelumnya, ASIOP Apacinti pernah mengikuti dua kejuaraan berbeda dalam sehari. Kepadatan jadwal memengaruhi fokus bermain. Penggunaan teknik dan strategi di lapangan menjadi tidak efektif karena fisik pemain sudah lelah. Kesulitan lain adalah ketika pemain harus beradaptasi dengan kondisi lapangan dan cuaca ekstrem.

Ketika momen itu terjadi, antisipasi yang pelatih dilakukan, antara lain dengan merotasi pemain atau tambahan cadangan. Namun, beberapa kali Agus
dan tim terpaksa mengorbankan
salah satu kejuaraan karena
jadwal yang terlalu berimpitan.

Sementara itu, Liga Pelajar Indonesia yang akan berjalan seusai PON Jawa Barat 2016 juga ditengarai bentrok dengan jadwal LKG. ”Dari Kabomania ada beberapa pemain yang ikut LPI mewakili sekolahnya. Kami akhirnya harus membagi-bagi pemain yang akan bertanding di sana,” kata Asisten Pelatih Kabomania Indriyanto Nugroho.

Untuk mengatasi hal itu, rotasi pemain pun dijalankan dengan cermat. ”Kami kadang
kewalahan, tetapi LKG tetap jadi prioritas,” tambah Indri
lagi.

Manajemen nasional

Para pelatih mengakui, pemain-pemain usia muda memang membutuhkan kompetisi untuk melatih kemampuan. Namun, sebaiknya kompetisi usia muda dilaksanakan di bawah satu badan agar jadwalnya tidak saling bertabrakan.

”Harusnya ada satu badan, entah dari pemerintah atau
federasi, yang mengatur kompetisi usia dini skala nasional. Selain mengatur jadwal, juga mengatur jenjang kompetisi agar berkesinambungan,” kata Indriyanto. Mantan pemain timnas era 1990-2000-an ini menyatakan, fokus pembinaan dan kompetisi usia dini akan menghasilkan pemain senior yang berkualitas.

Hal itu juga dikemukakan Agus. Ia mengungkapkan, pemilihan turnamen sejatinya menjadi hak SSB. Namun, di beberapa kesempatan hal itu
sulit dilakukan. Misalnya, ada orangtua yang ingin anaknya terus bermain atau mempertahankan keanggotaan SBB
di turnamen tertentu. Padahal, idealnya tim itu fokus pada
satu turnamen dalam satu periode.

Karena itu, Agus berharap adanya koordinasi yang lebih baik antar-penyelenggara
turnamen, mulai dari tingkat kota, provinsi, sampai internasional. ”Tujuannya agar jadwal kejuaraan tidak berbenturan
lagi. Kondisi seperti itu sering merugikan pemain, orangtua pemain, dan SSB,” ujar Agus.

BERITA TERKAIT
Komentar
Berita Populer