Liga KG
Beranda / Berita / Berita Detail

Mengasah Bibit Tinggi Sepak Bola

Pemain SSB Garuda Putra Bekasi Zulham Jataru Al-Rasyid (putih) berebut bola dengan pemain SSB Villa 2000 Mahardika Tri Widianto dalam pertandingan Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14 di Stadion Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (22/1). Kedua tim bermain imbang tanpa gol. Kompas/Priyombodo (PRI)

Pemain SSB Garuda Putra Bekasi Zulham Jataru Al-Rasyid (putih) berebut bola dengan pemain SSB Villa 2000 Mahardika Tri Widianto dalam pertandingan Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14 di Stadion Bea Cukai, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (22/1). Kedua tim bermain imbang tanpa gol.
Kompas/Priyombodo (PRI)

Jakarta, Kompas Dalam sepak bola, postur dan fisik tubuh pemain ikut menentukan kualitas permainan, bahkan prestasi tim. Untuk itu, akademi dan sekolah-sekolah sepak bola di Tanah Air saat ini berlomba-lomba menjaring bibit-bibit berpostur tinggi untuk meningkatkan daya saing di kompetisi.

Keuntungan memiliki pemain-pemain jangkung salah satunya dirasakan peserta Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14, Remci Tangerang. Keberhasilan mereka menjungkalkan tim kuat dan salah satu favorit juara, Bina Taruna, 2-0, pekan lalu, tidak terlepas dari kegemilangan kiper tinggi kekarnya, Driananda Ario.

Ario, kiper berusia 14 tahun yang tingginya 180 sentimeter, bak tembok raksasa yang sulit ditembus pasukan Bina Taruna dalam laga pekan ke-22 di Stadion Rawamangun, pekan lalu. Dengan kedua kaki dan lengan yang panjang, bak gurita, ia berkali-kali menghentikan serangan Bina Taruna, salah satu tim terproduktif di LKG Panasonic U-14 musim ini.

Dwi Hadi, anggota tim pemantau bakat di LKG Panasonic U-14, mengatakan, seorang kiper idealnya memang berpostur tubuh tinggi. Keunggulan postur tubuh seperti itu membuat kiper dapat lebih mudah menjangkau bola yang mengarah ke gawang dari berbagai posisi. ”Postur memang sangat penting di kelompok umur seperti ini sebab itu tidak bisa dilatih. Itu tergantung genetika dan gizi,” ujarnya.

Hadi, yang khusus memantau kiper-kiper di kompetisi usia muda ini, menambahkan, kualitas fisik pemain muda akhir-akhir ini makin membaik. Itu terlihat dari kian banyak peserta LKG Panasonic U-14 yang berpostur tinggi, yaitu di atas 170 sentimeter. ”Pada zaman saya dulu, pemain bola umumnya pendek. Jarang yang mencapai 1,7 meter, apalagi 1,8 meter. Ini hal yang positif,” ujar mantan pesepak bola itu.

Dede Sulaeman, mantan pemain timnas yang juga terlibat di tim pemantau bakat LKG Panasonic U-14, membenarkan, pemain berpostur tinggi memiliki keunggulan banyak. ”Jika lari jarak jauh, mereka bisa lebih cepat dari yang berpostur lebih pendek mengingat jangkauan kaki mereka lebih lebar. Mereka juga unggul di duel udara. Sepanjang tinggi mereka belum melebihi 1,75 meter (untuk nonkiper), saya kira itu bagus,” ujarnya.

Meskipun demikian, Hadi mengatakan, postur dan fisik tubuh yang tinggi tidak menjadi jaminan bagus tidaknya pesepak bola. ”Faktor lainnya adalah penguasaan teknik, pemahaman taktik, kelincahan, dan reaksi. Untungnya, faktor teknik dan kelincahan masih bisa dilatih. Inilah pentingnya SSB,” ujar pelatih di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Ragunan ini.

Penguasaan teknik dan pemahaman taktik itulah yang kini digenjot Pelatih Pelita Jaya, Ferry Rumbayan, untuk meningkatkan daya saing timnya. Tidak seperti tim-tim lain, postur para pemain Pelita Jaya hanya 160-165 sentimeter.

”Postur tubuh memang sangat penting, terutama saat beradu fisik merebut bola. Namun, kami tidak berkecil hati. Kami tetap mengandalkan pemain didikan SSB sendiri dan tidak mengada-ada mencari pemain berfisik bagus. Kami fokus ke teknik dan taktik. Untuk itu, latihan kami lebih banyak ditekankan ke skill (penguasaan teknik mengolah bola) dan strategi,” tutur Ferry.

Pencurian umur

Mengingat pentingnya fisik dan postur, pada masa lalu, tidak sedikit ditemukan SSB atau orangtua yang sengaja ”memalsukan” usia anak-anak mereka. ”Saat seleksi pemain Piala Gothia U-15, saya pernah mewawancarai anak (calon pemain) yang mengaku kelahiran 2002 (usia di bawah 15 tahun). Saat melihat fisiknya, saya ragu. Jangankan 15 tahun, 16 tahun saja saya tidak percaya. Ternyata benar, dia sebetulnya kelahiran 1999 (17 tahun). Dia saya coret,” ungkap Berry Sidik, mantan pelatih tim U-14 SSB ASIOP Apacinti.

Pencurian umur, menurut pelatih yang membawa tim U-15 ASIOP Apacinti menjuarai Piala Gothia 2016 di Swedia itu, adalah masalah serius dalam pembinaan sepak bola usia dini.

Untuk mencegah masalah klasik itu, PSSI kini tengah membangun sistem data daring yang berisikan seluruh pesepak bola Indonesia dari berbagai kelompok umur. Setiap SSB, melalui asosiasi PSSI di daerah, diwajibkan meregistrasi para siswanya, lengkap dengan biodata serta data penunjang seperti sertifikat tamat sekolah di berbagai jenjang pendidikan. (JON)

BERITA TERKAIT
Komentar
Berita Populer