Liga KG
Beranda / Berita / Berita Detail

“Laboratorium” Sepak Bola Usia Dini

JAKARTA, KOMPAS — Di masa lalu, melatih sepak bola lebih didasari pola kebiasaan dan naluri. Kini, pelatih-pelatih sepak bola, seperti di Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14, mulai menggugu buku hingga kompilasi data guna meningkatkan performa anak didiknya.

 

LKG Panasonic U-14 tidak ubahnya kawah candradimuka para pelatih muda, salah satunya Achmad Zulkifli (33). Mantan pemain profesional yang terjun ke dunia kepelatihan sejak 2014 menyusul kisruh sepak bola nasional itu kini melatih tim U-14 di Sekolah Sepak Bola Jakarta Football Academy (JFA). Ia merintis karier baru itu secara otodidak.

Pemain SSB Villa 2000 mendengarkan strategi saat istirahat babak pertama menghadapi SSB Bina Taruna pada laga pekan ke sepuluh Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14 di Stadion GOR Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (15/10). SSB Villa 2000 unggul 2-0.
Kompas/Priyombodo (PRI)
15-10-2017

 

Menjadi pelatih, diakuinya, memiliki tantangan yang kompleks. Ia harus tahu karakter dan kondisi psikis pemain. Pemain yang memiliki teknik bagus belum tentu mampu bersinar di lapangan jika kondisi hatinya tengah tidak baik. Begitu pula jika pemain itu tidak menyukai instruksi atau posisi yang diberikan pelatih. Pengalaman sebagai mantan pemain memudahkannya memahami aspek psikis itu.

Namun, mengandalkan naluri tidaklah cukup. Seorang pelatih juga harus memahami metode latihan dan menuangkannya dalam program. Inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi Achmad, mantan pemain yang tidak punya gelar keilmuan di sepak bola. Namun, ia tak patah arang.

“Awalnya sangat repot (menjadi pelatih) karena tidak paham program latihan. Namun, beruntung, saya sempat belajar dari para senior seperti Indriyanto Nugroho (mantan pelatih Kabomania). Dari dia saya belajar banyak tentang metode melatih anak-anak,” ujar Achmad, pelatih yang membawa JFA memuncaki klasemen sementara LKG U-14.

Firman Utina (35), pemain senior di klub Bhayangkara FC yang juga mantan kapten timnas Indonesia, mengakui, melatih anak-anak jauh lebih sulit dibanding menghadapi musuh tersulit sekalipun di medan laga.

“Sebagai pemain, kan kita hanya menjalankan instruksi pelatih. Nah, saat melatih, kita wajib mengarahkan dan menyusun program latihan. Ini yang sulit, apalagi di usia ini (13-14 tahun) lagi labil-labilnya (secara psikis),” ujar pendiri Talenta Muda FU-15 yang baru setahun mengantongi lisensi pelatih C-AFC itu.

Lain lagi dengan Yayat Supriatna. Pelatih ASIOP Apacinti itu tidak seperti Achmad atau Firman yang punya pengalaman sebagai pemain sepak bola profesional. Namun, karyawan di Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno itu memang hobi sepak bola dan menyukai kegiatan melatih, khususnya anak usia dini. Pria yang telah mengikuti banyak kursus melatih sejak 2010 itu setidaknya paham metode latihan yang baik.

Tidak heran, dengan latar belakang beragam itu, LKG U-14 ibarat “laboratorium” bagi para pelatih SSB. Achmad, misalnya, gemar pakem permainan menyerang 4-3-3 dengan operan-operan pendek dan cepat. Pola itu tecermin di hampir setiap laga JFA. Tim itu kini menjadi paling produktif di LKG U-14 musim ini dengan koleksi 32 gol dari 13 laga yang telah berjalan.

Adapun ASIOP tampil lebih taktis. Pengalaman melatih Yayat yang lebih panjang dari kedua pelatih baru itu membuatnya lebih dinamis dalam menerapkan pola permainan. ASIOP bisa tampil defensif dan lebih berhati-hati saat menghadapi tim kuat seperti JFA. Sebaliknya, mereka berganti sangat agresif ketika menghadapi tim dengan pertahanan lebih lemah seperti Cibinong Raya yang digilas 4-0 pekan lalu.

Kurikulum sepak bola

Berbagai kesulitan pelatih dalam menerapkan metode dan program latihan itu kini bisa dieliminasi menyusul diterbitkannya kurikulum pembinaan sepak bola usia dini oleh Direktorat Teknik dan Performa Tinggi PSSI. Buku setebal 165 halaman itu diharapkan menjadi panduan bagi pelatih tim usia dini.

Selain filosofi cara bermain, buku itu juga memuat conton-contoh model sesi latihan di berbagai kelompok umur, salah satunya usia 14-17 tahun.

Achmad mempelajari buku itu sebulan terakhir. Ia memperolehnya dalam sosialisasi di sela-sela Piala Suratin 2017 yang digelar PSSI di Yogyakarta, beberapa waktu lalu. Ia terbantu dengan adanya buku itu.

Namun, buku saja tidak cukup. Yayat juga proaktif mencari sumber lain untuk meningkatkan peluang kemenangan timnya. Ia salah satu pelatih di LKG U-14 yang aktif dan rutin meminta data statistik tim dan pemain yang dikompilasi “Tim 11”. “Meski tak terlalu akurat, data itu bisa memberikan gambaran kekuatan kami dan lawan,” katanya. (JON)

 

 

Sumber berita: https://kompas.id/baca/olahraga/2017/11/12/laboratorium-sepak-bola-usia-dini/

 

 

 

BERITA TERKAIT
Komentar
Berita Populer