Performa Tim Bergantung Komitmen Pemain dan Orangtua
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah tim gagal mendulang hasil maksimal di pekan ke-27 Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14, Minggu (18/2). Ini salah satunya akibat masalah dukungan orangtua dan komitmen para pemain untuk konsisten berlatih.
Mandiri Selection, tim peringkat ketiga, misalnya, membuang keunggulan cepat pada laga di GOR Ciracas, Jakarta Timur, itu. Mereka sempat dua kali unggul sebelum ditahan Matador Mekarsari 2-2.
Penampilan Mandiri merosot pada babak kedua. Mereka lebih sering ditekan barisan penyerang Matador yang tampil ngotot. Itu terjadi sejak pergantian pemain.
Muksin Alatas, Pelatih Mandiri Selection, mengatakan, menurunnya performa timnya pada babak kedua dipicu timpangnya perbedaan kualitas antara barisan pemain inti dan cadangan. ”Perbedaan itu terlalu besar sehingga kami kedodoran di babak kedua,” katanya.
Menurut Muksin, perbedaan kualitas antarpemain di timnya itu dipicu masalah latihan. Tidak semua pemain disiplin hadir saat latihan, yaitu tiga kali seminggu. ”Sepekan terakhir ini anak-anak sulit ngumpullatihan. Paling-paling hanya sekali mereka datang latihan,” ujarnya kemudian.
Ada banyak alasan tim Mandiri jarang berlatih dengan skuad utuh, yaitu 25 pemain. ”Saat ini yang menjadi penghalang utama adalah adanya pendalaman materi (pelajaran) di sekolah. Persiapan ujian akhir nasional itu dilakukan hingga sore hari, berbenturan dengan jadwal latihan kami,” ujar Muksin.
Padahal, di pihak lain, LKG tengah memasuki masa krusial. Kompetisi usia dini ini hampir berakhir, yaitu hanya menyisakan tiga pekan. Di sisi lain, anak-anak peserta kompetisi itu, terutama mereka yang duduk di kelas IX SMP, kian intensif belajar untuk menghadapi ujian.
Situasi itu menjadi dilema bagi para orangtua. ”Latihan pun jadi berkurang, apalagi akhir-akhir ini sering turun hujan. Lapangan jadi becek, sulit dipakai. Di usia ini (maksimal 14 tahun), pilihan antara studi dan bermain bola adalah hal sulit,” ujar Syahroni, salah satu orangtua pemain Mandiri.
Umar Nalis, Pelatih Ragunan Soccer School, mengakui kendala serupa. Datangnya musim ujian sekolah ditambah guyuran hujan yang hampir setiap hari membuat dirinya kesulitan melatih anak-anak asuhnya.
Ia bahkan mengakui timnya sama sekali tidak berlatih dalam sebulan terakhir. ”Lapangan tempat kami biasa berlatih tidak bisa dipakai jika hujan turun. Lapangan itu becek. Jadinya saya hanya bisa memberikan materi teori sebulan ini,” ujar Umar.
Untuk menutupi kekurangan latihan bersama, Umar meminta anak-anak asuhnya mengerjakan ”pekerjaan rumah” alias berlatih sendiri di rumah masing-masing. Sebagai contoh, ia meminta para pemain rutin berlari sejauh 10, 15, 20, dan 30 meter, masing-masing dengan 10 repetisi setiap dua hari sekali.
Ia juga meminta pasukannya berlatih mengolah dan mengoper bola di rumah agar mereka tidak kaget ketika tampil di laga akhir pekan. ”Namun, dijalani atau tidaknya pekerjaan rumah itu sangat bergantung pada komitmen masing-masing anak serta orangtuanya. Saya akui ada saja yang tidak menjalaninya,” ucap Umar.
Dampak minimnya jam latihan terlihat pada penampilan Ragunan di laga pekan ke-27. Mereka tidak kompak dalam membangun serangan. Tim peringkat ke-11 itu pun gagal membuat gol ke gawang tim penghuni zona degradasi, SSJ Kota Bogor. Kedua tim bermain imbang 0-0.
Kalah WO
Nasib Ragunan lebih baik daripada Garuda Putra Bekasi. Penghuni dasar klasemen itu dinyatakan kalah walked out (WO) dengan skor 0-3 dari Kabomania. Itu karena Garuda Putra hanya membawa enam pemain.
Sadin Lacandra, Pelatih Garuda Putra, mengaku malu karena kalah sebelum bertanding. ”Ini mencoreng nama SSB (sekolah sepak bola) kami. Banyak pemain yang tidak hadir. Empat kena demam, satu sakit gigi, dan tiga lainnya jalan-jalan,” ujarnya.
Garuda Putra dipastikan terdegradasi. Namun, itu tidak semestinya menjadi alasan para pemain mangkir hadir. ”Komitmen mereka kurang. Seharusnya kami tetap bermain, terlepas apa pun hasilnya. Setidaknya itu bisa jadi pelajaran,” ujar Sadin. (JON)
Sumber: Kompas.id