Pada era modern ini, sepak bola tidak melulu soal insting mengolah bola ataupun berlari sekencang mungkin di lapangan. Aspek sains, seperti statistik dan analisis data, saat ini juga memegang peranan penting di sepak bola. Itu bahkan menjadi tren baru di dunia.
Abda Alief, mahasiswa semester tujuh Fakultas Ilmu Olahraga Universitas Negeri Jakarta, khusyuk mengamati laga Bina Taruna kontra Remci Tangerang di Liga Kompas Gramedia Panasonic U-14, Minggu (18/2).
Saat kedua matanya fokus mengarah ke para pemain, jari jemarinya sibuk menari di atas gawai tablet. Ia tidaklah sedang bermain gim daring, tetapi justru tengah sibuk bekerja.
Abda merupakan salah satu anggota Tim 11 yang bertugas memasukkan data statistik pemain di LKG Panasonic. Data yang berisikan beragam atribusi pemain, mulai dari jumlah dan akurasi operan ataupun tendangan, arah umpan bola, hingga tekel, itu bak rapor bagi para peserta liga ini.
Seluruh peserta liga, yang berjumlah 16 tim, tidak ada yang luput dari pantauan Tim 11 setiap pekannya. “Dengan data ini, kami jadi tahu keterampilan setiap individu dan kesalahan apa saja yang mereka lakukan. Data ini bisa membantu tim pemantau bakat,” ujar Fikri Abdillah, juga anggota Tim 11.
Di Tanah Air, keberadaan orang-orang seperti Abda dan Fikri memang masih jarang terlihat di pinggir lapangan. Namun, tidak demikian halnya dengan di mancanegara.
Ilmu statistik dan analisis data kini menjadi tulang punggung baru di sepak bola negara maju, seperti Inggris. Klub sepak bola Liga Inggris, Arsenal, misalnya, menggunakan ilmu terapan dalam sepak bola itu untuk memburu talenta-talenta muda hebat yang akan mengisi akademi atau tim seniornya.
Seperti dikutip dari New York Times, Arsenal membeli layanan perusahaan statistik sepak bola asal Amerika Serikat, StatDNA, secara eksklusif untuk digunakan di unit pencari bakatnya sejak 2012. Dari kerja sama itulah lantas muncul sejumlah nama tenar di Arsenal, seperti Granit Xhaka dan Rob Holding.
Leicester City
Dalam konteks prestasi, Leicester City menjadi bukti sahih ampuhnya peran analisis data di sepak bola. Sebelumnya, banyak orang yang menganggap kesuksesan Leicester menjuarai Liga Inggris pada 2016 adalah karena keberuntungan.
Namun, di balik prestasi fenomenal itu, ada statistika dan mesin rumit yang bekerja. Leicester merupakan salah satu tim di Inggris yang paling getol memakai jasa Prozone Sports, perusahaan teknologi dan analisis data olahraga asal Inggris.
Sebagai contoh, Leicester memakai cip yang dipasang di sepatu para pemain, seperti Jamie Vardy untuk mengevaluasi kecepatan lari dan kekuatan tendangannya saat latihan. Teknologi itu menjadikannya striker paling cepat dan mematikan pada dua musim lalu.
Teknologi analisis data pemain yang dipakai Tim 11 di Liga KG Panasonic tentu tidaklah secanggih di Inggris, negeri kiblat sepak bola dunia. Namun, yang terpenting, data yang dihasilkan bisa diakses secara cuma-cuma oleh setiap tim peserta. Klub profesional, seperti di Inggris, harus membayar mahal untuk jasa sains olahraga itu.
Menurut Ketua Tim 11 Asep Padian, peran statistik dan analisis data sangatlah penting bagi pembinaan pemain usia muda. Untuk itu, data yang dihasilkan Tim 11 seharusnya dapat dioptimalkan oleh tim.
“Perkembangan pemain tiap pekan bisa terpantau. Jadi, berbekal data, pelatih tahu apa yang harus diperbuat. Sayangnya, masih jarang tim yang memanfaatkannya. Mungkin butuh waktu,” ujar Asep. (JON)
Sumber: Kompas.id