Liga KG
Beranda / Berita / Berita Detail

Raihan Mengisi Banyak Posisi, Menepis Stigma Generalis

KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA

Pemain terbaik Liga Kompas Kacang Garuda U-14 bulan September, Ahmad Athallah Araihan

Untuk menjadi ahli dalam satu posisi, pesepak bola perlu mendedikasikan diri pada satu posisi favoritnya. Di sepak bola ada kiasan “jack of all trade”, pemain yang sering bermain di banyak posisi. Mereka dinilai biasa-biasa saja, tidak mempunyai prestasi individual seperti pesepak bola spesialis yang ahli pada satu posisi tertentu. Pemain terbaik Liga Kompas Kacang Garuda U-14 bulan September, Ahmad Athallah Araihan menepis stigma tersebut.

Pemain serba bisa dinilai sulit menjadi bintang karena tidak spesialis dalam satu posisi. Mereka kerap berpindah-pindah peran. Meski, pemain tipe ini sangat dibutuhkan tim karena kemampuan mereka mengisi banyak posisi.

Pemain luar negeri yang masuk kategori jack of all trade di antaranya adalah mantan pemain Manchester United, John O’Shea dan mantan penggawa Arsenal, Alex Oxlade-Chamberlain. O’Shea bisa bermain di banyak posisi, bek kiri, kanan, dan gelandang bertahan.

Serupa dengan O’Shea, Chamberlain juga diplot sebagai pemain versatile atau serba guna oleh manajer Arsenal, Arsene Wenger. Itu terjadi ketika Chamberlain masih membela klub asal London Utara itu. O’Shea dan Chamberlain bukan pemain yang super, tapi juga bukan pemain yang kualitas permainannya jelek.

Menilik sejenak ke dalam negeri, khususnya Liga Kompas Kacang Garuda U-14, Ahmad Athallah Araihan atau Raihan merupakan contoh terbaik bagi pemain usia muda yang tidak memiliki posisi tetap. Pemuda kelahiran Jakarta 14 tahun yang lalu itu kerap berganti-ganti posisi di klubnya saat ini, Ragunan Soccer School.

Insting bertahannya tajam, sepakannya akurat. Kecepatannya mampu mengobrak-abrik pertahanan lawan. Raihan juga piawai menyelinap di antara barisan pertahanan lawan.

Karena kebutuhan tim, terkadang ia diplot sebagai bek tengah. Sewaktu-waktu, pelatih Ragunan Soccer School Rasyito Amsya menggeser Raihan menjadi pemain penyerang. Pada intinya, Raihan bisa bermain di posisi mana saja.

Raihan melakoni tugasnya tersebut dengan baik. Bertahan maupun menyerang dilakukan sama bagusnya. Ketika diminta mengawal lini belakang Ragunan Soccer School, Raihan menjadi tembok yang sulit ditembus pemain lawan. Sebaliknya, ketika ditugaskan menjadi penyerang, Raihan mampu menunjukkan ketajamannya.

Hal itu tecermin dari jumlah gol yang telah ia lesakkan hingga pekan ketujuh Liga Kompas. Raihan bersaing dengan pemain penyerang dari tim lain. Total Raihan sudah mengemas 4 gol. Ia bahkan mencetak hattrick kala Ragunan Soccer School membenamkan Bina Taruna Cibubur setengah lusin gol tanpa balas pada pekan kelima.

Tim 11 yang menyajikan data statistik Liga Kompas mencatat sepanjang September, Raihan membukukan 68 operan berhasil, 10 tekel sukses, dan 10 intercept bersih. Atas performa apiknya itu, Raihan diganjar penghargaan sebagai pemain terbaik Liga Kompas bulan September 2018.

Sentuhan bola

Asisten pelatih Ragunan Soccer School Wahyudi, Minggu (14/10/2018), mengatakan, Raihan termasuk pemain dengan sentuhan bola yang bagus. Dia bisa dimainkan di posisi mana saja karena bisa menggunakan kaki kiri dan kanan sama baiknya.

“Di tim ini, Raihan tidak punya posisi asli,” ujar Wahyudi.

Wahyudi menjelaskan, Raihan telah berlatih sepak bola di Ragunan Soccer School sejak usia 8 tahun. Awalnya Raihan hanya bisa menendang dan mengontrol bola menggunakan kaki kanan. Kemudian jajaran pelatih Ragunan berupaya melatih dia agar bisa menggunakan kaki kiri dan kanan. “Setelah itu kami latih terus kaki kirinya,” katanya.

Raihan mengisahkan, di luar sesi berlatih tim, ia selalu menambah porsi latihan sendiri. Kemampuan menendang pada kedua kaki juga ia peroleh berkat ketekunan berlatih di rumah. Raihan menyempatkan diri melatih operan dengan memantulkannya di tembok menggunakan kaki kiri. Kebiasaan itu membuat kaki kirinya menjadi hidup. Akurasi tendangan kaki kirinya kini menyamai kaki kanan yang merupakan kaki dominannya.

Selain itu, siswa kelas 8 Diklat Ragunan ini rutin berlatih fisik. Bagi Raihan, ketahanan fisik dan stamina sangat penting, terlebih ia kerap berubah-ubah posisi sebagai pemain bertahan dan penyerang. Tugas itu menuntut stamina yang prima karena area jelajah Raihan menjadi sangat luas.

Setiap hari ia berlatih dua kali, pagi dan sore hari. Menu latihan fisik yang biasa ia lahap sehari-hari meliputi jogging, berenang, dan sprint pendek.

“Di asrama sangat ketat diatur pola makan dan tidur. Itu bermanfaat untuk fisik juga,” kata Raihan.

Pihak Diklat Ragunan melarang para siswanya tidur larut malam. Paling lambat Raihan sudah tidur pada pukul 21.00. Untuk makanan dan asupan nutrisi diutamakan makanan yang mengandung banyak kalori. Daging, sayuran, dan susu tidak pernah absen ia konsumsi. Untuk susu, ia meminumnya pada pagi dan sore.

“Makan gorengan itu dilarang. Pokoknya pola makan dan istirahat diatur,” ucapnya.

Generalis

Pelatih tim nasional U-16 Indonesia Fachri Husaini berpendapat, pesepak bola usia muda semestinya memang mencoba bermain di banyak posisi atau menjadi generalis. Adapun spesialisasi biasanya berlangsung secara natural. Dalam artian, ketika pesepak bola beranjak dewasa, ia akan menemukan satu posisi yang menjadi keahliannya.

“Tidak buruk menjadi generalis di usia muda. Pesepak bola muda memang harus bisa mengisi banyak posisi,” ujar Fachri melalui telewicara, Kamis (18/10/2018).

Justru menurut Fachri, pesepak bola yang serba bisa memberi keuntungan bagi diri pemain itu sendiri. Menit bermain bagi pemain itu akan lebih banyak. Pelatih, kata Fachri, membutuhkan pemain-pemain yang bisa bermain di banyak posisi. Hal itu mengantisipasi adanya pemain yang cedera.

Di tim nasional U-16 pun banyak pemain yang serba bisa. Fachri menjelaskan, pemain belakang timnas U-16, Fadil dan Komang, pun sebenarnya menempati pos yang bukan posisi asli mereka.

Mereka awalnya merupakan pemain tengah, bukan pemain belakang. Namun karena kebutuhan tim, mereka akhirnya diplot mengawal lini belakang timnas U-16.

“Andre Oktavian juga bukan pemain gelandang, melainkan biasa beroperasi di sayap. Tetapi dia bisa tetap bermain bagus di posisi yang bukan posisi keahliannya. Tidak perlu khawatir, justru lebih banyak positifnya menjadi generalis,” tutur Fachri.

Raihan dan sejumlah pemain usia muda di timnas U-16 menunjukkan teori manajemen, khususnya sumber daya manusia yang mengatakan orang-orang generalis sulit mempunyai prestasi sebagus para spesialis adalah tidak selamanya sesuai. Mereka membuktikan dengan segala keserbabisaannya bisa berkontribusi dan berprestasi bagi tim masing-masing. Ternyata menjadi biasa-biasa saja pun bisa menjadi luar biasa.

BERITA TERKAIT
Komentar
Berita Populer