Liga KG
Beranda / Berita / Berita Detail

Mencari Pemain Masa Depan

Keberadaan tim pemandu bakat yang memantau setiap laga Liga Kompas Kacang Garuda U-14 selama 30 pekan menambah motivasi pemain untuk tampil maksimal.

 

Oleh HERPIN DEWANTO PUTRO

 

JAKARTA, KOMPAS – Tim pemandu bakat Liga Kompas Kacang Garuda U-14 memiliki pekerjaan tidak mudah. Mereka harus mengamati delapan laga setiap hari Minggu selama 30 pekan. Misi utama mereka adalah mencari anak yang kelak bisa menjadi pemain yang disegani di klub profesional, dan bisa mengharumkan nama bangsa di tim nasional.

Mereka yang tergabung dalam tim pemandu bakat adalah orang-orang yang memiliki keahlian khusus atau aupun pengalaman pribadi sebagai pemain. Tim ini diketuai Hadi Rahmadani, akademisi di Universitas Negeri Jakarta. Ia ditemani Dede Sulaeman yang merupakan mantan pemain timnas, Asep Padian, dan Erlan Zulfikar.

Analis sepak bola nasional keturunan Jerman Timo Scheunemann memberikan motivasi kepada para pemain, pelatih, dan orangtua pemain LKG-SKF Indonesia yang akan berangkat berlaga di Piala Gothia 2019 di Bogor, Jawa Barat, Minggu (30/6/2019). Timo menekankan anak-anak harus rileks bermain dan menikmati setiap pertandingan. Pesepak bola usia muda tidak boleh dituntut juara karena itu bukan target utama. Target utama mereka adalah membentuk pondasi dan karakter sepak bola, serta sikap yang baik.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH (DRI)
30-06-2019

 

Setiap pekan, mereka melihat semua laga dari tribune penonton dan mengamati perkembangan setiap pemain. ”Pengamatan terutama terkait peran pemain terhadap posisinya. Kami amati kekuatan dan keterampilan pemain,” kata Hadi, akhir pekan lalu.

Pemain yang baik harus bertanggung jawab pada  perannya di tim, entah sebagai penyerang, gelandang, bek, atau penjaga gawang. Setiap posisi juga memiliki karakter dan tuntutan khusus yang perlu dikuasai pemain. Penjaga gawang, misalnya, mutlak harus memiliki postur tubuh yang tinggi.

Kemampuan para pemain itu hanya bisa diamati dengan baik apabila diperlihatkan secara rutin. Untuk itulah Liga Kompas digelar setiap pekan. Apalagi hasil riset FIFA menunjukkan, para pemain usia 14 tahun ke bawah harus berlaga sebanyak 30-35 kali per tahun agar kemampuannya terjaga.

”Kalau pemain hanya tampil sesaat, kami juga tidak mampu melihat kemampuan mereka yang sebenarnya,” kata Hadi. Penampilan sesaat itu, misalnya, melalui turnamen yang hanya berlangung dalam hitungan hari.

Dengan menjalani laga setiap pekan, perkembangan setiap pemain lebih jelas terlihat. Kompetisi panjang memungkinkan terjadinya berbagai situasi yang menguji pemain seperti faktor cuaca, kekuatan lawan, pengaruh penonton, dan keputusan wasit.

Liga Kompas bergulir saat panas dan hujan sehingga para pemain harus beradaptasi di lapangan yang kering atau basah. Kekuatan lawan akan selalu berubah sehingga setiap pemain pantang meremehkan lawan. Terakhir, faktor emosi yang dipicu oleh penonton atau keputusan wasit akan menguji kematangan pemain.

Faktor lain yang tidak kalah penting adalah tingkah laku pemain. Meski jago di lapangan, seorang pemain tidak akan masuk dalam catatan tim pemandu bakat apabila tidak mampu menghormati lawan, wasit, maupun pelatih.

Setiap anggota tim pemandu bakat kemudian akan mengantongi pemain-pemain terbaik versi masing-masing. Selanjutnya mereka akan bertemu untuk menguji penilaian masing-masing dan menghasilkan pemain terbaik hasil keputusan bersama.

Pemain yang terpilih setiap musim berkesempatan mewakili Liga Kompas di ajang Piala Gothia di Gothenburg, Swedia. Dari ajang ini, para pemain punya kesempatan lebih besar untuk dilirik dan ikut membela timnas seperti yang pernah dialami Egy Maulana Vikri, Rendy Juliansyah, Sutan Diego Zico, dan Salman Alfarid.

 

 

“Kesempatan itulah yang ditunggu-tunggu para pemain. Dengan adanya tim pemandu bakat, pemain semakin termotivasi,” kata pelatih Salfas Soccer, Irwan Salam. Tim pelatih juga selalu mengingatkan para pemain untuk tetap menjaga tingkah laku.

Sumber: Kompas.ID

BERITA TERKAIT
Komentar
Berita Populer