Zahra Buktikan Sepak Bola Juga Milik Kaum Hawa
Zahra Muzdalifah (19), pesepak-bola putri andalan Indonesia, fokus menekuni karier di sepak bola meskipun banyak tawaran menjadi bintang iklan, bahkan layar kaca. Keteguhan itu dilakukannya demi mimpi menembus Eropa.
Oleh ADRIAN FAJRIANSYAH
JAKARTA, KOMPAS – Selama ini, sepak bola identik sebagai olahraga kaum adam. Namun, stigma itu coba dipatahkan oleh pesepak bola putri profesional andalan Indonesia, Zahra Muzdalifah (19). Bagi pemain tim nasional sepak bola putri Indonesia itu, sepak bola bukan olahraga untuk gender tertentu saja.
Beberapa tahun terakhir, pesepak bola kelahiran Jakarta, 4 April 2001, itu telah konsisten membuktikan pernyataannya. Lewat prestasi dan permainan memikatnya, dia turut mengangkat citra bahwa sepak bola pun juga olahraga untuk kaum hawa.
”Sejak saya kecil, orang-orang banyak bilang bahwa perempuan bermain bola itu aneh. Tapi, saya tidak peduli dan bertekad mengubah opini orang-orang bahwa perempuan juga bisa menggeluti dan berprestasi di sepak bola,” ujar Zahra dalam acara Liga Kompas Kacang Garuda U-14 atau LKG Talks lewat Instagram, Selasa (16/6/2020) sore.
Zahra bukan terlahir dari keluarga atlet. Namun, ayah dan ibunya gemar berolahraga. Ayahnya menggemari permainan futsal. Secara tidak langsung, itu membuat perempuan setinggi 163 sentimeter tersebut tertarik dengan dunia olahraga, terutama menekuni sepak bola.
Zahra berlatih sepak bola sejak usia dini dengan bergabung ke Sekolah Sepak Bola (SSB) ASIOP Apacinti di Kompleks Senayan, Jakarta Pusat. Ketika berlatih sepak bola, banyak teman dan anggota keluarganya yang mempertanyakannya. Bahkan, mereka menyarankan dirinya untuk berhenti bermain bola dan beralih ke olahraga lain.
”Mereka selalu bilang, kenapa perempuan main bola. Kan panas. Kan bahaya. Nanti kamu cedera. Nanti kamu jatuh. Nanti kamu lecet. Kamu kan cantik, lebih baik jadi model atau artis saja,” kata Zahra mengenai keraguan orang-orang di sekelilingnya saat dirinya memilih menekuni sepak bola.
Ibunya bahkan sempat mendorong Zahra beralih ke bulu tangkis. Zahra sempat beberapa saat berlatih bulu tangkis di dekat rumah. Namun, tak lama, dirinya bosan dan kembali ke sepak bola, olahraga yang dicintainya sejak kecil.
”Saya itu gak bisa gak main bola. Dari kecil, saya selalu menyentuh bola setiap hari. Pas disuruh main bulu tangkis, jiwa saya berontak. Sebab, olahraga itu kurang menantang dibandingkan sepak bola, bagi saya,” tuturnya.
Setelah itu, kedua orangtua Zahra akhirnya mendukung penuh buah hatinya fokus berlatih sepak bola. Pengalaman segudang pun didapat Zahra dari sepak bola. Dia ikut dari satu kejuaraan ke kejuaraan lainnya, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satunya, dia sempat tergabung ke dalam SSB ASIOP Apacinti yang bermain di LKG U-14 musim 2015/2016.
Pertama dan satu-satunya
Saat itu, Zahra menjadi perempuan pertama dan satu-satunya yang tampil di LKG U-14. Namun, prestasinya tak main-main. Selain sempat bermain beberapa kali, dia juga menjadi bagian tim inti ASIOP Apacinti yang lantas menjadi juara di akhir musim tersebut.
”Pengalaman bermain di LKG U-14 itu pengalaman berharga sekali. Itulah tahun terakhir saya bisa berkompetisi dengan pria. Lewat penampilan di sana, banyak mata menyorot saya sehingga turut membuat karir saya kian menanjak,” ujar Zahra kemudian.
Kini, Zahra bisa dinilai sebagai salah satu bintang sepak bola putri Indonesia. Sejak dini, dia telah menjadi langganan timnas putri di semua kelompok usia. Pada usia masih 17 tahun, dia sudah bergabung dengan timnas putri saat berlaga di Asian Games 2018 Jakarta-Palembang. Ia pun kembali dipanggil timnas untuk berlaga di SEA Games 2019 Filipina yang berlangsung akhir tahun lalu.
Di level klub, Zahra dikontrak oleh Persija Putri yang berlaga di Liga 1 Putri 2019 atau edisi pertama kompetisi sepak bola khusus perempuan itu. Walaupun gagal mengantar tim asal ibukota Indonesia itu juara, penampilannya mendapatkan banyak sorotan publik sepak bola nasional.
Belakangan, kemampuannya pun lantas terpantau pemandu bakat. Mereka memberikannya kesempatan untuk uji coba di salah satu klub yang berlaga di kompetisi sepak bola Eropa. Tahun ini, Zahra sejatinya sudah dikontrak dan bermain di klub luar negeri yang belum mau diumumkannya itu. Namun, karena ada wabah Covid-19, rencana itu pun harus tertunda.
”Sekarang, rencana itu kembali abu-abu. Tapi, saya tetap mempersiapkan diri untuk bermain di Eropa yang sudah menjadi cita-cita saya sejak kecil. Setidaknya, sekarang, saya rutin berlatih beban untuk membuat tubuh lebih berotot dan displin menjaga makan,” katanya.
Menolak main film
Zahra mengatakan, raihan prestasinya itu terwujud berkat keyakinan terhadap jalur sepak bola yang ditekuninya. Selain banyak cibiran, profesinya sebagai pesepak-bola juga mendapatkan banyak cobaan dari luar lapangan. Beberapa kali dia ditawari untuk menjadi model, bintang iklan, hingga bintang film.
Namun, dengan teguhnya, Zahra menolak semua tawaran menggoda itu. Ia khawatir, segala godaan itu bisa mengganggu konsentrasinya pada latihan sepak bola, termasuk mimpinya berkarir di Eropa.
”Motivasi saya, tekuni apa yang kamu suka dan cintai dengan sepenuh hati. Jangan pernah pula mudah patah semangat karena penilaian orang lain. Asal kamu yakin dan melakukannya dengan sungguh-sungguh, Insya Allah kamu akan sukses di bidang tersebut,” katanya.
Secara pribadi, Zahra yakin sepak bola putri di Indonesia akan semakin berkembang. Sebab, dewasa ini, animo terhadap sepak bola putri semakin tinggi. Sudah banyak perempuan yang tertarik berlatih sepak bola. SSB hingga klub pun sudah banyak yang membentuk tim khusus untuk putri.
”Sekarang, harapan saya PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) bisa lebih perhatian dan mendukung perkembangan sepak bola putri Indonesia. Sebab, mereka yang bisa mengatur sepak bola dari dalam. Kalau masyarakat, mereka mendukung penuh kemajuan sepak bola putra maupun putri Indonesia,” tutur pesepak bola yang mengidolakan pesepak bola putri Amerika Serikat, Alex Morgan, itu.
Direktur LKG U-14 Caesar Alexey menyampaikan, ketika Zahra bermain di LKG U-14 2015/2016, pengelola liga ingin masyarakat Indonesia melihat sepak bola putri adalah olahraga masa depan dan dapat menjadi wadah mengharumkan nama bangsa. Itu sekaligus menjadi penegasan pengelola LKG U-14 bahwa sepak bola bukan hanya milik kaum adam, melainkan juga kaum hawa.
Zahra membuktikan bisa menembus berbagai keterbatasan saat berlaga di LKG U-14 2015/2016. Dia berlaga bersama para pemain putra di timnya dan melawan pemain putra dari SSB lain. Dia mampu bermain dengan baik dan mencetak gol bagi ASIOP Apacinti, yakni melalui titik penalti, saat timnya melawan Mutiara Cempaka.
”Lewat ketekunannya, Zahra pun membuktikan bisa menjadi pemain timnas putri dan pemain profesional di Persija Putri. Semua itu bukti bahwa sepak bola bisa menjadi pilihan karier bagi remaja putri di masa depan,” pungkasnya.
Sumber: Kompas.ID